Pinjam Uang Untuk Modal, Direktur BPR Menguasai Pinjaman, Bahkan Diduga Rampas Jaminan

SATUJU.COM SIAK – Seluruh penegak hukum, dan pihak terkait diharapkan segera ungkap dugaan tindak kejahatan perampasan tanah, bangunan, penipuan, dan penggelapan uang nasabahnya oleh BPR Cempaka Wadah Sejahtera di Pekanbaru Riau.

Kasus yang terjadi dari tahun 2011 silam tersebut beberapa hari terakhir gencar, heboh, dan menjadi topik perbincangan hangat di berbagai lapisan serta kalangan masyarakat Riau pada umumnya.

Dari pengamatan berbagai sumber, terutama dari kantor kuasanya mengatakan bahwa hal ini menjadi salah satu tugas penting dan utama bagi penegak hukum untuk mengungkap kasus ini, pihak masyarakat juga harus turut untuk mengawasi, peran organisasi kontrol independen, organisasi masyarakat diharapkan dapat melibatkan diri dalam mengungkap kasus Fatimah yang cukup memilukan, termasuk dinilai dahsyat tersebut.

Betapa tidak, terlebih kejahatan BPR Cempaka Wadah Sejahtera kepada nasabahnya ini diduga kuat dilakukan, dan dikoordinir langsung oleh Direkturnya saat itu berinisial (NR). Modus kejahatan dilakukan dengan dugaan cara menipu, menggelapkan uang nasabah, memanipulasi data, menetapkan suku bunga suka – suka, memalsukan dokumen kesepakatan untuk meloloskan aksinya demi menguasai tanah, bangunan, dan aset nasabahnya bernama Fatimah warga Perawang Kabupaten Siak, Provinsi Riau.

Menurut salah satu kuasanya menjelaskan pengakuan korban bernama Fatimah (57) warga Pinang Sebatang Timur, Kecamatan Tualang Kabupaten Siak kepada wartawan bahwa, mantan Direktur berinisial NR diduga mulai merampas uangnya saat pinjaman disetujui oleh NR sebagai Direktur BPR saat itu, yang mana seharusnya uang pinjamanya untuk modal usaha sebagai kontraktor di salah satu perusahaan senilai Rp. 1,7 Milyar diserahkan kepadanya sebagai nasabah atau debitur yang meminjam.

Akan tetapi lain dengan yang dialami oleh ibu Fatimah. Menurutnya Direktur NR memuluskan kejahatannya sejak membuka rekening bank atas nama debitur Fatimah. Setelah penandatanganan kontrak kesepakatan atau lolos syarat pinjaman, lalu uang pinjaman nasabah dimutasi ke rekening tersebut, kemudian buku tabungan, uang pinjaman, bahkan kemudian uang transaksi lainnya milik nasabah yang masuk rekening tersebut dikuasai dengan alasan keamanan, dan kontrol keuangan.

Ibu Fatimah yang kini usianya renta tersebut menjelaskan kalau uang yang dipinjam dari Bank BPR Cempaka Wadah Sejahtera untuk modal usaha kontrak kerja tersebut dengan jaminan beberapa surat tanah juga rumah, kantor miliknya.Termasuk beberapa surat tanah milik warga turut menjadi sasaran kejahatan, ditambah dengan pinjaman uang yang dipinjam atas arahan BPR secara bertahap dengan senilai ± 2,695,000,000 dirampas tanpa diberikan kesempatan, setidaknya untuk menyentuh, meskipun uang tersebut telah sah menjadi miliknya setelah pencairan melalui rekening miliknya yang sebelumnya dikuasai oleh BPR melalui Direktur NR yang diduga berperan sebagai eksekutor kejahatan.

Yang membuat terkejut, dan bahkan terhenti nafas sejenak, bahwa kronologi kejadian menimpa ibu Fatimah yang sudah berumur (57) ini sesuai kronologi yang diserahkannya di kantor kita yang di tunjuk sebagai domisili kuasa melalui perwakilan Riau.
Bahwa, permohonan pinjaman modal usaha yang diajukan sebelumnya menandatangani kesepakatan di dalam salah satu ruangan BPR bersama NR, dan ruangan tersebut telah diatur Direktur BPR (NR) dengan tidak boleh dihadiri oleh orang lain, terkecuali supir korban saat itu bernama Selamet. Saat itu berkas Kesepakatan antar kreditur dan debitur tersebut disuruh tanda tangan oleh NR dengan arahan agar jangan membaca kesepakatan itu dengan alasan supaya bisa cepat selesai karena sudah sore, terlebih berkas itu banyak yang akan ditandatangani.

Walaupun saat itu ibu Fatimah heran kenapa dilarang untuk membaca Kesepakatan, dan mengapa tidak di kantor notaris, sementara notaris berinisial RR bersama Fatimah yang justru menghadap bank BPR. Tetapi Fatimah tidak menaruh curiga. Sehingga Fatimah menandatangani berkas tersebut dalam ruangan bank yang dihadiri NR, notaris RR, supir Selamet.

Setelah selesai penandatanganan kesepakatan ibu Fatimah kembali ke rumahnya di Perawang dengan gembira, karena yakin bahwa uang pinjamanya untuk modal usaha dapat segera diterima, selanjutnya ia kelola nantinya untuk modal usahanya.

Namun tidak seperti yang diharapkannya, justru kegembiraan menjadi milik Direktur BPR karena tahap awal aksi kejahatannya menuju tahapan lain menuju sukses telah berhasil.

Sedangkan buku tabungan, uang Fatimah ia kuasai, tidak diserahkan kepada pemiliknya yaitu Fatimah debiturnya sendiri. Setiap kali Fatimah menanyakan uang pinjaman dari bank karena telah menjadi miliknya tersebut NR menjawab, “Aman biar di Bank aja, dan biar saya yang mengendalikan, saya pegang guna untuk mengontrol keuangan. Takut nantinya tidak terkontrol kalau ibu yang pegang,”terang sumber menirukan keterangan korban.

Sehingga dengan modal pinjaman, yang berada dalam kekuasaan NR Fatimah terus bekerja pada perusahaan yang telah kontrak tanpa pernah pegang uang pinjaman dan hasil kerja kontrak Fatimah bersama pekerja, karyawan yang dibayar oleh perusahaan, dan masuk kedalam rekening BPR tanpa tau berapa jumlah atau totalnya karena dikuasai oleh NR, namun setelah berkali-kali Fatimah meminta penjelasan, akhirnya BPR menyerahkan rekening koran atas transaksi dalam rekening miliknya tersebut.

Sehingga Fatimah terkejut uang hasil kerjanya sesuai kontrak masuk ke rekening miliknya, ditambah uang pinjamanya mencapai angka drastis.bukan hanya itu saja, namun dugaan penipuan melalui pencairan transaksi keuangan tersebut sontak membuat Fatimah kaget, ia melihat pencarian yang tidak mengerti untuk apa yang dilakukan NR atau bank BPR, terlebih selama ini dirinya hanya selalu disodorkan oleh pihak bank kertas pencairan untuk ditandatangani tanpa tertulis keterangan nominal dan kegunaan, sehingga ibu Fatimah sadar bahwa ini adalah kejahatan yang luar biasa telah menimpa dirinya.

Namun karena menurutnya protes berbagai cara, tidak berdaya, hanyalah sia-sia. Apalagi NR cs mengancam memutuskan kontrak dari perusahaan yang ia kontrak, dan diduga NR telah merampas kontrak tersebut, posisi dan wewenang ibu Fatimah sebagai pemilik kontrak dengan perusahaan diambil alih. tentu saja saat itu karena takut. Apalagi modal dan hasil kerjanya itu dipegang oleh NR, membuat Fatimah semakin dalam dekapan kekuasaan kejahatan yang terkoordinir, masif oleh BPR melalui direktur NR cs saat itu sebagai pelaku, dan bertindak sebagai eksekutor kejahatan.

Dengan perjalanan beberapa waktu, akhirnya hal yang menakutkan, terlebih kecurigaan atas kejahatan yang akan menimpa dirinya benar terjadi, kontrak kerjanya terancam putus dengan alasan yang tidak jelas dari pihak BPR, dan menawarkan solusi untuk mengajukan pinjaman lagi untuk menutupi, dan menambah jaminan untuk syarat pinjaman baru.Sehingga Fatimah mengikuti saja karena tidak lagi berdaya untuk melawan, apalagi Fatimah sudah terperangkap, apalagi jaminan sebagai anggunan banyak milik orang lain yang ia pinjam, sehingga ketakutan terus mengintainya dimana kakinya bergerak melangkah.

Kemudian beberapa waktu kemudian pihak bank menyurati ibu Fatimah dengan pemberitahuan kelalaian pembayaran. Betapa tidak terkejutnya karena uang miliknya, yang dipinjam sebelumnya langsung di kuasai, dan berada ditangan NR. Sehingga Fatimah tidak mengerti kelalaian apa yang dimaksud oleh BPR, dan tidak paham tentang apa yang dituduhkan kepadanya saat itu. Fatimah semakin takut, dan sangat khawatir terjadi sesuatu pada objek jaminan yang juga dikuasai oleh NR atau BPR.

Fatimah dengan sadar dirinya ditipu oleh BPR atau NR, sehingga beberapa kali melakukan protes, bahkan berbagai macam upaya ia lakukan, namun protes tanpa daya pupus oleh aksi kejahatan terencana direktur NR cs. Sehingga puncak musibah dialami Fatimah terjadi pada tanggal 24 Mei 2016, dimana Surat Sita dan Eksekusi jaminan dari Pengadilan Negeri Siak tiba, yang menurutnya Pengadilan turut ditipu oleh BPR karena telah mengeluarkan izin sita berdasarkan permohonan BPR terkait wan prestasi yang tidak pernah ia lakukan. Dengan sangat jelas bahwa permohonan sita BPR Cempaka Wadah Sejahtera tersebut diduga bermodalkan dokumen palsu, kesepakatan kreditur dan debitur yang direkayasa, juga ditandatangani dalam salah satu ruangan bank tersebut sebelumnya.

Sehingga musibah dari kejahatan yang sebelumnya ia takuti dan menyedihkan klop menimpa Fatimah sebagai salah seorang ibu yang tidak berdaya, tidak mengerti hukum, serta buta aturan sesat. Fatimah hanya ibu yang polos, tanpa prasangka buruk kepada siapapun, terlebih pada umurnya yang tua renta tanpa daya. Fatimah hanya termenung dalam siksa zolim yang dihadapinya, ia sesekali tersenyum meskipun itu tersiksa, zikir, sholat, dan segala doa hanya itu yang ia harapkan suatu waktu ada jawaban dalam setiap permohonan kepada Allah SWT sebagai pemilik segalanya.

Selama ini ibu Fatimah menganggap dirinya tidak mungkin disakiti atau ditipu, ia hanya selalu berpikir positif layaknya ibu yang melahirkan manusia, membesarkan anak-anaknya untuk berkembang sebagai makhluk yang bersujud kepada Allah, sukses karena doa seorang ibu yang melahirkannya, dan berbakti kepada orang tua, tunduk sujud kepada Allah, serta mengabdi untuk Nusa dan Bangsa.Hanya itu yang Fatimah pahami, tanpa ia menyangka bebahwa NR cs atau BPR menjadikan dirinya sebagai budak kejahatan, terlebih seorang perempuan yang tidak berdaya, dan tidak tau apa-apa.

Tentunya kita salah satu diantaranya yang dilahirkan dari rahim seorang ibu, dibesarkan, dan hidup sementara di dunia karena doa mereka, maka sangat bernilai jika kita sumbang doa untuk ibu Fatimah, dukungan zikir kita untuknya, semoga ia segera lepas dari cengkeraman zolim yang getir, dan penderitaan jiwa raga yang dialami secara bertubi-tubi untuk segera berakhir. “Untukmu ibu semoga badai yang menimpamu cepat berlalu” “sambung sumber kuasa yang tidak mau ditulis tersebut.

Ditambahkan sumber bahwa Fatimah yang sebelumnya telah menyerahkan kuasa dan menunjuk domisili kuasanya di kantor kita, sebagai salah satu organisasi yang bergerak dalam pemberdayaan masyarakat, bantuan hukum, media publikasi akan melakukan berbagai upaya, meskipun itu resikonya pupus, namun kita yakin Allah akan memudahkan ketulusan, serta niat ini.

“Allah tidak akan ingkari janji kepada hambanNya semoga dengan izinNya ibu Fatimah terlepas dari perbuatan, penindasan yang masih belum terhenti, agar segera berakhir,”tambah sumber yang amat berprestasi tersebut. Saat ditanya wartawan kepada sumber tersebut tenta rumitnya kasus ini, dan mungkinkah masalah ini selesai seperti kasus lain yang pernah ia tangani,? terlebih sosok yang kali ini tidak mau di tampilkan, meski banyak tau prestasi gemilang yang diukirnya.Baik mengungkap berbagai macam kasus besar. dibandingkan dengan kasus ibu Fatimah?. Tetapi sumber yang tidak mau ditampilkan tersebut justru memberikan jawaban singkat, enteng, namun menggetarkan lutut wartawan yang mendengar, karena ia hanya menjawab,

“Bohong kalau orang mengatakan ia mampu bicara karena pintarnya, dan takabur kalau ada yang meyakini dirinya mampu bernafas tanpa izin Allah, artinya Insha Allah. “tutup sumber tersenyum.

Media group tim (Red)

0Shares

Pos terkait